LAPORAN
PRAKTIKUM
KONSERVASI
TANAH DAN AIR

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan
kepada Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
laporan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini tepat pada waktunya. Laporan
praktikum Konservasi Tanah dan Air ini berisi tentang tentang kegiatan
praktikum kami yang dilakukan di Kuro Tidur. Laporan praktikum ini berisi
tentang pengamatan bentuk-bentuk erosi, pengamatan faktor-faktor erosi,
tindakan konservasi tanah dan air serta pengukuran kelerengan dan beda tinggi.
Terima kasih tidak lupa juga kami
ucapkan kepada dosen pembimbing praktikum Konservasi Tanah dan Air yaitu bapak
Busri Saleh dan bapak Bandi Hermawan yang telah memberikan bimbingan dari
sebelum pergi ke lokasi praktikum sampai kegiatan praktikum ini berhasil
diselesaikan. Dan kata terima kasih tidak lupa juga saya ucapkan kepada co-ass
praktikum Konservasi Tanah dan Air yang telah membimbing dan mengawasi kami
dalam melakukan setiap kegiatan di lapangan.
Kami berharap laporan praktikum
Konservasi Tanah dan Air yang kami tulis dapat digunakan dengan baik di masa
yang akan datang, dapat dibaca oleh teman-teman yang berkenan membcanya dan
dapat diterapkan ilmunya dalam kehidupan. Saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kemajuan dalam pembuatan lapran praktikum
selanjutnya. Karena kami sangat menyadari bahwa laporan praktikum Konservasi
Tanah dan Air ini jauh dari sempurna dan masih ada kekurangan dalam proses
pembuatannya.
Bengkulu, 27 Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1
Bahan dan Alat
3.2
Cara Kerja
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGAMATAN BENTUK-BENTUK EROSI
4.1
Hasil
4.2
Pembahasan
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGAMATAN FAKTOR-FAKTOR
EROSI
5.1 Hasil
5.2 Pembahasan
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN TINDAKAN KONSERVASI TANAH
DAN AIR
6.1 Hasil
6.2 Pembahasan
BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN KELERENGAN
DANBEADA TINGGI
6.1 Hasil
6.2 Pembahasan
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Erosi
adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material
lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang
membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan
pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan
dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. (wikipedia.com , 2011)
Dalam peristiwa ini tanah terkikis dan terangkut dari suatu tempat yang
lebih tinggi dan diendapkan di tempat lain yang lebih rendah. Di daerah
beriklim basah seperti Indonesia, erosi air lebih dominan dari pada erosi
angin. ( Saleh, 2011)
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di
kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang
buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi /
pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk
menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar
dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi,
karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan
struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata
guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik
konservasi ladang dan penanaman pohon. Jika air bergerak di bawah tanah,
limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi
permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah
bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap
erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan (wikipedia.com , 2011)
Dengan adanya erosi tanah, maka lapisan tanah atas yang subur akan rusak
dan menjadikan lingkungan alam lainnya akan rusak. Adapun sebab-sebab erosi tanah
karena beberapa hal berikut : (Achnar, 2006)
·
Tanah gungul atau tidak ada tanamannya.
·
Tanah
miring tidak dibuat teras-teras dan guludan sebagai penyangga air dan
tanah yang larut.
·
Tanah
tidak diberi tanggul pasangan pasangan sebagai penahan erosi.
·
Tanah di
kawasan hutan rusak karena pohon-pohon ditebang secara liar sehingga hutan
menjasi gundul.
·
Permukaan
tanah yang berlumpur digunakan untuk penggembalaan liar sehingga tanah atas
semakin rusak
·
Lapisan
tanah atas merupakan bagian optimum bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Erosi dalam
jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem.
Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui
angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal
dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak. Banyaknya
erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan
intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim,
kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan,
porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk
tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna
lahan oleh manusia. (wikipedia.com , 2011)
Faktor yang
paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. lapisan-lapisan
beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan.
Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang
akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan
dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi
tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan
peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal
kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus
dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat
tinggi. (wikipedia.com , 2011)
Menurut Hudson (1991) macam-macam erosi dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Erosi alami atau erosi geologi (Geologycal erosion), yaitu erosi yang berlangsung secara alamiah, pada
keadaan ini tidak dikhawatirkan oleh proses erosi, karena masih merupakan
proses keseimbangan alam, artinya kecepatan kehilangan tanah masih sama
atau lebih kecil dari proses pembentukan tanah. Proses erosi ini terjadi karena adanya
pelapukan terhadap suatu batuan. Pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke dalam
partikel-partikel tanah yaitu butiran-butiran tanah yang kecil, sebagai akibat dari faktor eksternal
seperti panas dan dingin. Kemudian partikel-partikel tersebut dipindahkan melalui penghanyutan ataupun karena kekuatan
angin (transportasi),
setelah itu terjadi proses pengendapan atau sedimentasi pada daerah-daerah
datar seperti di dasar-dasar
sungai atau lembah. Pada
erosi jenis ini kesuburan tanah masih terjaga, belum mengalami degradasi
yang berarti.
- Erosi dipercepat (Accelerated erosion), yaitu proses erosi
yang dipercepat akibat tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang
salah dalam pengelolaan tanah pada pelaksanaan pertanian. Dari
pengertian ini diketahui bahwa aktivitas manusia sangat
membantu dalam mempercepat terjadinya proses erosi. Erosi yang dipercepat
ini banyak menimbulkan bencana dan kerugian seperti banjir, kekeringan,
ataupun turunnya produktivitas tanah. Hal ini dikarenakan bagian tanah
yang terhanyutkan atau terpindahkan jauh lebih besar dibanding dengan
pembentukan tanah.
Erosi ada beberapa macam menurut
proses terjadinya yaitu: (Stephens, 2000)
- Erosi Akibat
gaya Berat
Batuan atau sedimen yang bergerak terhadap
kemiringannya merupakan proses erosi yang disebabkan oleh gaya berat massa.
Ketika massa bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah maka
terjadilah apa yang disebut dengan pembuangan massas. Dalam proses terjadinya
erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting karena arus air dapat memindahkan material ke
tempat-tempat yang jauh lebih rendah. Proses pembungan massa terjadi terus
menerus baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan
becana tanah longsor.
- Erosi oleh Angin
Hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang
tandus dapat memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut
membentuk suatu formasi, misalnya bukit-bukit pasir di gurun atau pantai. Efek
lain dari angin merupakan jika partikel keras yang terbawa dan bertumbukan
dengan benda padat lainnya sehingga menimbulkan erosi yang disebut dengan
abrasi.
- Erosi oleh
Air
Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa
sehingga tanah tidak dapat menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang
mengalir kencang. Aliran air ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah
karena dapat mengikis lapisan permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada
tanah yang gundul. Pada dasarnya air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran
sungai yang deras. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat
terkikis. Air sungai dapat mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama gaya
hidrolik yang dapat memindahkan lapisan sedimen, kedua air dapat mengikis
sedimen dengan menghilangkan dan melarutkan ion dan yang ketiga pertikel dalam
air membentur batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis pada tiga
tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.
- Erosi oleh
Es
Erosi
ini terjadi akibat perpindahan partikel-partikel batuan karena aliran es yang
terjadi di pinggiran sungai. Sebenarnya es yang bergerak lebih besar tenaganya
dibandingkan dengan air. Misalnya gletser yang terjadi di daerah dingin dimana
air masuk ke pori-pori batuan dan kemudian air membeku menjadi es pada malam
hari sehingga batuan menjadi retak dan pecah, karena sifat es yang mengembang
dalam pori-pori.
Ada empat faktor
utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi tanpa kehilangan
produktivitas tanah secara permanen. Keempat faktor tersebut adalah kedalaman
tanah, tipe bahan induk, produktivitas relatif dari topsoil dan subsoil, dan
jumlah erosi terdahulu. Penetapan besarnya erosi yang diperbolehkan
semata-mata merupakan suatu kompromi dari pertimbangan sifat-sifat tanah dan
ekonomi dengan berpatokan pada besarnya erosi yang terjadi dan besarnya erosi
yang diperbolehkan / dibiarkan dengan proses pengolahan tertentu, maka
ditetapkan alternatif-alternatif perbaikan pengolahan tanah agar erosi yang
terjadi dapat diteruskan sampai batas yang masih dapat diperbolehkan. (Guritno,
2003)
Berbicara
tentang erosi, maka tidak lepas dari aliran permukaan. Dengan adanya aliran air
di atas permukaan tanah, tanah dapat terkikis dan selanjutnya diangkut ke
tempat yang lebih rendah. Dengan demikian terjadilah perpindahan lapisan tanah;
mineral-mineral dan bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah. Menurut
bentuknya, erosi dibedakan dalam : erosi percik, erosi lembar, erosi alur,
erosi parit, erosi tebing sungai, erosi internal dan tanah longsor. (Schwab
dkk,1981).
- Erosi Percik
(Splash erosion) adalah proses terkelupasnya
patikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas
atau sebagai air lolos. Arah dan jarak terkelupasnya partikel-partikel
tanah ditentukan oleh kemiringan lereng, kecepatan dan arah angin, keadaan
kekasaran permukaan tanah, dan penutupan tanah.
- Erosi Lembar
(Sheet erosion) adalah erosi yang terjadi
ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh
kombinasi air hujan dan air larian (runoff).
- Erosi Alur
(Rill erosion) adalah pengelupasan yang
diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian
yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. Alur-alur yang terjadi
masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah.
- Erosi Parit
(Gully erosion) proses terjadinya sama dengan
erosi alur, tetapi saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya
sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
- Erosi Tebing
Sungai (Streambank erosion) adalah pengikisan
tanah pada tebing-tebing sungai dan pengerusan dasar sungai oleh aliran
air sungai. Erosi tebing akan lebih hebat jika vegetasi penutup tebing
telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing.
- Erosi
Internal (Internal or subsurface erosion)
adalah terangkutnya butir-butir primer kebawah ke dalam celah-celah atau
pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal
menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga
aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau
erosi alur.
- Tanah
Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi
yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam
volume yang besar.
Beberapa cara
yang dilakukan dalam rangka pengawetan air tanah yaitu penghematan air
tanah, peningkatan kapasitas resapan air dengan imbuh buatan, pengendalian
penggunaan air tanah, serta mendorong penggunaan air yang saling menunjang
antara air tanah dengan selain air tanah. Upaya penghematan air tanah merupakan
contoh konservasi air tanah, sehingga pemerintah pusat maupun daerah dapat
mendorongnya dengan beberapa cara, di antaranya menetapkan penggunaan air tanah
sebagai alternatif terakhir sumber pasokan air untuk memenuhi kebutuhan, membatasi
pemberian rekomendasi teknis dan penerbitan izin pemakaian atau izin usaha air
tanah, serta memberikan insentif bagi pemegang izin pemakaian dan pemegang izin
pengusahaan yang melakukan penghematan. (Kusumo, 2002)
Pengetahuan
mengenai konservasi tanah dan air tidak lain adalah pengetahuan mengenai
usaha-usaha untuk melindungi tanah dan air agar tanah dan air tidak mengalami
kerusakan dan tidak menjadi penyebab kerusakan di suatu tempat ataupun di
tempat lain seperti erosi, longsor banjir ataupun kekeringan. Konservasi tanah
dan air lebih berorientasi usaha penutupan tanah oleh vegetasi yang berfungsi
melindungi tanah dan air, tidak lain adalah hutan. Perlindungan tanah oleh
hutan berarti membatasi peruntukan dan penggunaan tanah dan air. Dalam ilmu
pengetahuan pengawetan tanah dan air juga meliputi usaha-usaha pencegahan
terjadinya kerusakan tanah dan air dalam setiap jenis penggunaan tanah di suatu
tempat / wilayah yang didasarkan pada tingkat kemampuan lahan dan tingkat
kesesuaian lahan.
Produktivitas
tanah adalah kemampuan dari tanah untuk mendukung pertumbuhan dan produksi
tanaman atau kemampuan dari tanah menyediakan air, unsur hara dan O2 dalam
jumlah yang cukup serta seimbang. Semakin intensif penggunaan tanah pada daerah
/ tempat yang semakin besar tingkat kelerengannya maka besar potensinya terjadi
penurunan produktivitas tanah, namun tidak berarti bahwa pada tanah datar
potensi produktivitasnya tidak dapat menurun. Demikian pula penggunaan tanah
yang intensif selalu berdampak menurunkan produktivitas tanah. Untuk itu
pengetahuan pengawetan tanah dan air ditujukan untuk mempertahankan / menjaga,
memperbaiki ataupun meningkatkan fungsi produktivitas tanah dan air agar dapat
tetap mendukung pencapaian hasil yang optimal secara berkelanjutan. (Kartasapoetra,
1986)
Berbagai
pendapat mengenai kriteria tingkat kerusakan tanah secara umum dapat diuraikan
sebagai berikut : (Achnar, 2006)
- Tanah yang
belum mengalami kerusakan, yaitu tanah – tanah yang lapisan top soilnya
masih utuh, kemantapan struktur masih tinggi dan sesuai kondisi ekosistem
atau kondisi awal sebelum dimanfaatkan. Erosi tetap terjadi, namun masih
dapat ditolerir dengan asumsi tebalnya lapisan tanah yang terangkut kurang
dari 2 mm/tahun dianggap masih seimbang dengan proses pembentukan tanah.
- Tanah agak
rusak, yaitu tanah-tanah yang mengalami kehilangan setengah dari lapisan
top soil, akibat penggunaan tanah yang membuat erosi terus berlangsung
melewati ambang batas lebih 2 mm/tahun. Tanah-tanah yang tergolong agak
rusak tetap masih bisa diperbaiki dan tetap masih bisa diusahakan dengan
input biaya dan teknologi yang lebih mahal serta waktu yang relatif lama.
Perbaikan teknologi budidaya yang tepat serta penerapan teknik pengawetan
tanah dan air yang lebih sesuai dengan karakteristik lahan yang ada dan
sesuai pula kebutuhan yang dipersyaratkan. Jika tanah yang tergolong agak
rusak tetap dimanfaatkan terus tanpa input perbaikan akan meningkat
menjadi tanah rusak.
- Tanah rusak
kritis, yaitu tanah-tanah yang lapisan top soilnya sudah habis tererosi
atau pada tanah yang telah mengalami erosi alur yang nampak banyak
alur-alur di konsentrasi aliran permukaan. Tanah rusak kritis peranan dan
fungsinya sebagai faktor produksi, hydrologis maupun lingkungan sudah
sangat kritis, yang kalau dimanfaatkan hasilnya tidak lagi bisa diharapkan
tanpa input biaya produksi yang jauh lebih tinggi dari hasil yang
diharapkan. Tanaman yang masih bisa tumbuh hanyalah rumput alang-alang.
Jika tanah-tanah yang rusak kritis tetap dibuka dan diusahakan akan
menjadi tanah yang rusak berat. Tanah-tanah yang rusak kritis dapat
dicirikan nampaknya lapisan subsoil yang lebih padat dan mempunyai
kemantapan struktur tanah yang lemah.
- Tanah rusak
berat, yaitu tanah-tanah yang sebagian lapisan subsoilnya sudah hilang,
yang nampak di permukaan tanah adalah lapisan subsoil yang padat dan mudah
terdispersi. Jenis tumbuhan lain seperti alang-alang masih dapat tumbuh
setempat-setempat. Pada tanah yang rusak berat dapat dicirikan adanya
erosi parit (lebar > 4 m ). Pada tanah-tanah yang mempunyai solum yang
tebal dengan tekstur lempung berliat masih dimungkinkan untuk diusahakan
namun hasilnya sangat tidak menguntungkan. Namun tanah tersebut masih
dapat diperbaiki tentunya dengan biaya sangat mahal dalam waktu relatif
lama.
- Tanah rusak
total, yaitu tanah yang tidak lagi memiliki lapisan subsoil, yang nampak
di permukaan tanah adalah bahan induk ataupun batuan induk. Tanah tersebut
sudah kehilangan fungsinya sebagai faktor produksi maupun fungsi
hydrologis dan lingkungannya. Rumput liar seperti alang-alang pun sulit
untuk tumbuh apalagi kalau dihutankan/dihijaukan dengan jenis tanaman
tertentu.
Faktor
kemiringan lereng itu penting diperhitungkan karena proses-proses geomorfologi
seperti pelapukan, pengangkutan dan pengendapan sangat dipengaruhi oleh
kelerengan. Semakin besar kemiringan dan panjang lereng maka semakin rentan
terhadap proses erosi dan pergerakan massa tanah (longsoran). Sehingga dalam
setiap analisis dan perencanaan tata ruang di suatu wilayah, kemiringan lereng
selalu menjadi salah satu faktor fisik lahan yang harus diperhatikan, terutama
kaitannya dengan evaluasi kemampuan lahan dan potensi rawan bencana. Yang
dimaksud dengan lereng (‘slope’) adalah perbedaan tinggi antara 2 titik yang
dapat dinyatakan dalam derajat, persen, m/km, atau feet/mill, sedangkan Peta
lereng menggambarkan luasan, panjang dan sebaran dari masing-masing kemiringan
lereng rata-rata berdasarkan interval tertentu sesuai skala peta. (Basyir,
2003)
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Hari/Tanggal :
Sabtu, 14-15 Oktober 2011
Lokasi : ADC (Agriculture Development
Center) Kuro Tidur Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara
3.1
Bahan dan Alat
-
Ondol-ondol - Benang
-
Klinometer - Parang
-
Abneylevel - Meteran
-
Kompas - Kayu Renga/bambu
-
Cangkul
-
Bor Tanah
-
Alat Tulis
3.2
Cara Kerja
- Pengamatan Erosi
1.
Mengunjungi lokasi pengamatan terjadinya erosi di lahan miring pada sistem
terasiring tunggal.
2.
Kemudian mendengarkan penjelasan cara pengamtan erosi oleh Dosen.
3.
Setelah pembagian kelompok,selanjutnya mencari beberapa lokasi terjadinya
erosi.
4.
Selanjutnya, lakukan pengembilan gambar dan mengamati bentuk erosi yang
terjadi pada beberapa lokasi terjadinya erosi.
- Pengenalan
Alat
1.
Setelah melakukan pengamatan erosi, dilanjutkan dengan pengenalan alat –
alat dalam mengukur kemiringin suatu lereng.
2.
Selanjutnya,diperkenalkan masing-masing alat dan bagaimna kerjanya.
3.
Alat-alatnya, seperti: ondo-ondol huruf A, klinometer, abneylevel, kompas,
dan juga bor tanah.
4.
Kemudian, dosen dan Co.Ass menerangkan dan memperagakan cara kerja dari
masing-masing alat-alat tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGAMATAN BENTUK-BENTUK EROSI
4.1 Hasil

Bentuk
Terasiring Tunggal
Pada Lereng


Bentuk Erosi Percik (Splash Erosion)



Bentuk Erosi
Lembar (sheet erosion)



Bentuk Erosi
Alur (Rill Erosion)
5.2 Pembahasan
Pada praktikum
konservasi tanah dan air di lapangan kami dapat menemukan adanya bentuk erosi
percik, lembar dan alur. Erosi percik merupakan erosi hasil dari percikan / benturan air hujan secara
langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Besarnya curah hujan,
intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan penyebaran hujan ke
permukaan tanah, kecepatan aliran permukaan serta kerusakan erosi yang
ditimbulkannya. Sedangkan erosi lembar ( sheet erosion ) adalah erosi akibat
terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan yang tipis.
Dengan adanya
erosi tanah, maka lapisan tanah atas (top soil) yang subur akan ru-sak
dan menjadikan lingkungan alam lainnya akan ikut rusak. Erosi tanah disebabkan karena tanah menjadi gundul atau
tidak adanya tanaman, tanah yang miring tidak dibuat terasering (sengkedan)
sebagai penyangga air dan tanah yang larut (terkikis), tanah tidak dibuat
tanggul pasangan (guludan) sebagai penahan erosi, tanah di kawasan hutan
rusak karena pohon-pohon ditebang secara liar (illegal logging) sehingga
hutan menjadi gundul dan permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk
penggembalaan liar sehingga lapisan tanah atas menjadi rusak.
Erosi parit ( gully erosion )
merupakan kelanjutan dari erosi alur, yaitu terjadi bila alur – alur menjadi
semakin lebar dan dalam yang membentuk parit dengan kedalaman yang dapat
mencapai 1 – 2,5 m atau lebih. Parit ini membawa air pada saat dan segera
setelah hujan, dan tidak seperti alur, parit tidak dapat lenyap oleh pengolahan
tanah secara normal. Parit – parit cenderung terbentuk menyerupai huruf V dan
U, dimana aliran limpasan dengan volume besar terkonsentrasi dan mengalir ke
bawah lereng terjal pada tanah yang mudah tererosi.
Erosi tanah membawa dampak
terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup. Ru-saknya tanah akibat erosi
menimbulkan dampak seperti hilangnya lapisan tanah atas
(top soil) sebagai media pertumbuhan dan resapan air, tidak tersedianya
air tanah untuk pertumbuhan, tanah menjadi tidak subur, produktivitas tanah pertanian menurun
karena hilangnya lapisan atas permukaan tanah, penimbunan tanah hasil erosi
pada badan sungai sehingga menjadi dangkal, berkurangnya air tanah, hilangnya unsur hara yang sangat
diperlukan tanaman, kualitas
tanaman menurun, kemampuan tanah menahan air dan laju infiltarsi (peresapan) menurun, stuktur tanah menjadi rusak, longsor pada
tebing (gully erosion) menyebabkan lahan menjadi terbagi-bagi dan
mengurangi luas lahan yang dapat ditanami dan erjadi pemindahan tanah beserta
senyawa-senyawa kimia yang ada di da-lamnya seperti unsur-unsur hara,
bahan-bahan organik serta sisa-sisa pestisida.
Erosi alur terjadi pada suatu
lereng terjal si gunung kapur yang bagian puncaknya sudah nyaris tak berhutan.
Pada lereng terjal tersebut kemudian dimanfaatkan untuk lahan pertanian
tumpangsari bersama tanaman jati yang masih tersisa. Karena lahan di puncak
sudah hampir tidak berhutan, maka ketika hujan turun, airnya mengalir
sedemikian bebas tanpa penahan meluncur menuruni lereng terjal. Air mengalir
yang menuruni lereng terjal itu berkecepatan cukup besar, sehingga lapisan
tanah yang dilaluinya ikut tererosi. Erosi tanah bertambah besar ketika melalui
lahan yang tanahnya telah digemburkan untuk tanaman tumpangsari.
Mengingat daerah yang dilalui air
permukaan tersebut berupa lereng terjal, maka pengikisan tanahnya berlangsung
relatif cepat, hingga yang tersisa atau yang nampak tinggal batuan induknya dan
membentuk alur tahap awal. Perlu diketahui, solum tanah pada lahan tersebut
hanya tipis saja. Solum tanah yang tipis itu langsung berimpit dengan batuan
induknya, batuan kapur. Jika dibuat profil tanahnya adalah horison O, horison A,
kemudian langsung batuan induk (bedrock/parentrock). Dengan demikian
profil tanahnya tidak mengenal adanya horison B dan horison C. Tanah yang
tererosi kemudian diendapkan di kaki lereng tersebut (lihat latar depan gambar
yang deposit tanahnya sebagian tertutup rumput).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGAMATAN FAKTOR-FAKTOR EROSI
5.1Hasil
5.2
Pembahasan
Dampak dari erosi adalah
menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari
erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi).
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan
intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim,
kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe
batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis
termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata
guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan
vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi,
lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang
tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang
curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan
pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan
erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Faktor yang
paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Pada hutan
yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan
organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan
hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah
menyerap air hujan.
Erosi dapat terjadi karena faktor
gaya berat terdapatnya batuan yang bergerak terhadap kemiringannya. Dalam
proses terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting karena arus air dapat memindahkan material ke
tempat-tempat yang jauh lebih rendah. Proses pembungan massa terjadi terus
menerus baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan
becana tanah longsor. Erosi oleh angin disebabkan karena hembusan angin kencang
yang terus menerus di daerah yang tandus dapat memindahkan partikel-partikel
halus batuan di daerah tersebut membentuk suatu formasi. Sedangkan erosi oleh
air terjadi Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah
tidak dapat menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang.
Aliran air ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat
mengikis lapisan permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang
gundul. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis.
Air juga dapat mengikis pada tiga tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan
lereng atas sungai.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR
6.1Hasil
6.2
Pembahasan
Tindakan yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya erosi, seperti menanami dengan tanaman penutup pada bukit-bukit yang
gundul, pada tebing-lebing yang miring atau curam ditanami dengan tanam-tanaman
keras, menghutankan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan
tanam-tanaman keras, pengolahan lahan pertanian di lereng-lereng gunung dan daerah-daerah
miring dilakukan secara sengkedan.
BAB VII
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGUKURAN KELERENGAN DAN BEDA TINGGI
7.1Hasil


Abneylevel

Klinometer

Kompas Ondol - Ondol




![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Bor Tanah (cara penggunaanya)
4.2 Pembahasan
Lereng adalah Kenampakan permukaan
alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut
dibandingkan dengan jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan.
Suatu daerah dapat diukur ketinggiannya atau dapat diklasifikasikan kemiringan
lerengnya dengan melihat jumlah garis yang terpotong dalam grid-grid yang telah
dibuat. Kemudian hasilnya dihitung dan dapat di masukkan kedalam aturan hasil
perhitungan kemiringan lereng. Sehingga dapat diperoleh hasil mengenai
pengklasifikasian kemiringan lereng pada suatu daerah.
Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan karena beda tinggi. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda tinggi suatu tempat.
Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan karena beda tinggi. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda tinggi suatu tempat.
Kemiringan lereng dijadikan salah
satu parameter yang menyusun peta satuan lahan, disebabkan parameter ini
memiliki peran yang cukup besar pada berbagai proses hidrologi permukaan. Salah
satu peran parameter lereng dalam proses hidrologi adalah proses terjadinya
aliran Horton (Hortonian Overflow) pada lahan terbuka. Terdapat banyak cara
untuk membuat peta lereng diantaranya adalah dengan interpretasi kemiringan
lereng dengan menggunakan alat ondol-ondol, abnylevel, dan klinometer.
Tahapan pembuatan garis kontur
dengan menggunakan abney level yaitu dengan menentukan salah satu titik pada
lahan yang akan dibuat garis konturnya, misalnya titik A. Buat tiga buah patok
yang panjangnya sesuai dengan interval vertikal antara garis kontur yang
diinginkan. Misalnya bila IV yang diinginkan adalah 1 m, maka perlu disiapkan
dua patok dengan panjang 1 m (patok 1) dan satu patok 2 m (patok 2). Dua patok
yang panjangnya sama (1 m) digunakan untuk menarik garis kontur, sedangkan
patok 1 dan patok 2 digunakan untuk menentukan titik dari satu garis kontur ke
garis kontur berikutnya.Dengan memancang patok yang panjangnya 1 m pada titik
A, stel abney level dengan bacaan 0 pada puncak patok. Lalu menentukan titik
A1, A2, dan seterusnya dengan membidik puncak patok lain yang panjangnya 1 m.
Semakin dekat jarak antara A – Al – A2- dan seterusnya, akan semakin halus
garis kontur yang didapat.
Ondol-ondol atau gawang segitiga
(A-frame) terbuat dari kayu atau bambu, terdiri atas dua buah kaki yang sama
panjang, sebuah palang penyangga, benang, dan pemberat. Panjang kedua kaki
masing-masing 2 m dan panjang palang 1 m. Pembuatan garis kontur dengan
ondol-ondol yaitu dengan menyiapkan ondol-ondol yang sudah dilengkapi dengan
bandul (pemberat). menentukan titik acuan yang akan dilintasi garis kontur
tertinggi, misal titik A. Tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah
sesuai dengan interval vertikal (IV) yang diinginkan. Ondol-ondol
diletakkan pada titik B sedangkan kaki lainnya digerakkan ke atas atau ke bawah
sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik tengah palang yang sudah
ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1, adalah titik yang sama tinggi
dengan titik B. Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama sehingga
nantinya titik tersebut dengan patok kayu atau bambu pada masing-masing titik
yang telah diperoleh.
Untuk penggunaan alat bor yaitu
tanah yang akan dilubangi disiram dengan air supaya mudah untuk dilubangi. Mata
bor diletakkan tegak lurus dengan tanah untuk memulai pengeboran. Tanah
dilubangi dengan bor, dengan cara menekan bor kekanan sambil diputar kekanan
hingga bor masuk kedalam tanah. Untuk memudahkan dalam pengeboran, lakukan
penyiraman dengan air selama pengeboran. Pelubangan tanah dengan pengeboran hingga
mencapai kedalaman kurang lebih 30 cm.
Klinometer merupakan alat
sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara
garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis
datar tersebut dengan titik puncak (ujung) suatu obyek. Pada terapannya, alat
ini dapat digunakan pada pekerjaan pengukuran tinggi (atau panjang) suatu obyek
dengan memanfaatkan sudut elevasi. Cara menggunakan klinometer adalah dengan
meletakkan ujung klinometer tepat didepan mata. Kemudian mengarahkan ujung lain
dari klinometer ke puncak benda. Lalu mengukur jarak kebenang penunjuk sudut,
dilanjutkan dengan mengukur jarak pangkal benang penunjuk sudut. Lalu mengukur
jarak pengamat ke benda yang akan diukur ketinggiannya. Kemiringan lereng yang
kami lakukan pada saat praktikum adalah sebesar 5 % dan 10 %.
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1
Kesimpulan
8.2
Saran
Sebelum
praktikum dilaksanakan,lebih baik para peserta sudah mengetahui mengenai erosi
dan faktor penyebab serta cara mengatasinya. Sehing, sewaktu di lapangan, para
peserta sudahh dapat memahami apa yang terjadi di lapangan. Serta, mengetahui
mengenai alat-alat yang biasa digunakan untuk mengukur kemiring lereng. Dan
dalam melakukan praktikum, praktikan hendaknya lebih serius dalam melakukan
pengamatan dan memperhatikan apa yang diajarkan dosen atau co ass pada saat
praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
·
Achnar, R. 2006. Erosi Merusak Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
·
Arsyad,
S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
·
Basyir,
A. 2003. Kemiringan Lereng Tanah. Gramedia, Jakarta.
·
Guritno,
A. 2003. Konsep Penerapan Teknologi Tepat Guna Sebagai Alternatif Upaya
Mengatasi Erosi. IPB, Bogor.
·
Hudson,
U. 1991. Soil Conservation. Ed. 2nd.
Cornell university Press. New York.
·
Kartasapoetra,
A. 1986.Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi
Aksara, Jakarta.
Aksara, Jakarta.
·
Kusumo,
A. S. 2002. Usaha Pengawetan Tanah. Gramedia, Jakarta.
·
Saleh, B. 2011. Konservasi Tanah dan Air (Bab. 3 Erosi). Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu, Bengkulu
·
Schwab,
G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York
Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York
·
Stephens,
R. 2000. Erotion. Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.
·
www.wikipedia.com/erosi.
Tanggal Download 23 Oktober 2011.
LAMPIRAN





Tidak ada komentar:
Posting Komentar