LAPORAN PRAKTIKUM
KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN
“PENGENALAN JENIS
TANAH DILAPANGAN”
|
OLEH :
PETRUS SIMATUPANG
E1J009094
PRODI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012
I.
PENDAHULUAN
- Landasan Teori
Ekosistem tanah merupakan bagian ekosistem pertanian
yang sangat penting bagi kehidupan ( manusia, tanaman, hewan dan termasuk jasad
renik tanah ). Ekosistem tanah dibagi kedalam tiga bagian utama, yaitu
ekosistem hutan, pertanian, dan ekosistem tanah terdegradasi.(Penuntun pratikum
kesehatan dan kesuburan tanah, 2009)
Jenis tanah dapat dipilahkan
menjadi tanah yang subur, tidak subur, tanah terdegradasi, atau tanah yang
marginal. Tanah yang subur artinya tanah yang mempunyai kemampuan untuk
menumbuhkan tanaman atau hewan (mikro maupun makro) secara optimal dengan
kecukupan unsur hara dan air bagi organisme tersebut. Tanah yang tidak subur
seperti tanah padang pasir atau tanah berbatu artinya kemampuan untuk
menumbuhkan tanaman, atau hewan tidak optimal, sedangkan tanah yang
terdegradasi atau tanah yang marginal artinya tanah yang mengalami erosi maupun
abrasi (termasuk tanah yang terkena gempa, tsunami atau lumpur panas) kurang
mampu mendukung pertumbuhan tanaman maupun hewan secara optimal.
Tanah yang umum
digunakan sebagai lahan usaha pertanian sebagian besar merupakan tanah
mineral. Menurut para ahli ilmu tanah pertanian, tanah mineral yang
optimum untuk digunakan sebagai lahan usaha pertanian adalah tanah yang
mempunyai susunan sebagai berikut :
Kandungan bahan
mineral 45%
Kandungan bahan
organik 5%
Kandungan air 25%
Kandungan udara 25%
- Tujuan praktikum
Tujuan praktikum ini untuk
mengenalkan kepada mahasiswa morfologi dan fisik tanah yang subur, tidak subur,
tanah terdegradasi, maupun tanah yang marginal serta faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya jenis tanah tersebut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Kalau kita perhatikan
hutan-hutan yang masih asli yang belum terjamah oleh kegiatan manusia, biasanya
dipenuhi oleh berbagai pepohonan yang tumbuh dengan kokoh dan subur.
Padahal kita sepakat bahwa setiap mahluk hidup untuk dapat tumbuh dengan baik
memerlukan lingkungan yang cocok dan makanan yang cukup. Dari manakah pepohonan
tersebut mendapat makanan yang cukup? Apakah manusia melakukan pemupukan
terhadap peohonan yang tumbuh di hutan-hutan? Sudah Pasti hal itu tidak
pernah dilakukan.( Dasar-dasar ilmu tanah, 1986)
Jauh sebelum manusia dapat
membuat pupuk buatan atau sering disebut dengan pupuk anorganik atau pupuk
kimia, pepohonan di hutan sudah dapat tumbuh dengan baik. Dalam hutan asli seperti itu telah terjadi siklus makanan secara tertutup
dan selalu terjadi keseimbangan, pertama unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan pepohonan di hutan adalah sebagian disuplai dari bahan-bahan
mineral yang merupakan hasil pelapukan dari batuan induk menjadi bahan induk
dan akhirnya menjadi bahan mineral yang kaya akan unsur hara tergantung dari
jenis batuan induk asalnya. Sebagian lagi disupplai dari udara dan air hujan
yang juga mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. (pengelolahan
kesuburan dan kesehatan tanah,1994)
Setelah pepohonan itu tumbuh
dewasa, dimana ada bagian-bagian pepohonan seperti daun yang menjadi tua dan
kering, batang dan ranting yang patah atau pun buah-buah yang menjadi matang
jatuh ke tanah atau pun dimakan oleh hewan-hewan yang ada di hutan yang
kemudian kotoran hewan tersebut akan jatuh ke tanah dan semuanya akan mengalami
pelapukan yang akhirnya akan menjadi bahan organik yang dapat menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selanjutnya. Daun, batang, ranting
bahkan buah atau pun bangkai-bangkai hewan yang ada di hutan kemudian
melapuk dalam tanah, sering kita sebut sebagai humus yang kaya akan unsur
hara alami.( Konversi sumber daya tanah dan air, 1987)
Ekosistem hutan
dicirikan dengan lantai hutan yang mengandung bahan organik berasal dari
reruntuhan daun, ranting, dan cabang pohon. Dedaunan di kanopi membuat lapisan
dasar dari hutan hujan umumnya gelap dan lembab. Bagaimanapun, terlepas dari
bayang-bayang konstanya, permukaan tanah dari hutan hujan adalah bagian yang
penting dari ekosistem hutan.
Lantai hutan adalah dimana
terjadinya pembusukan (decomposation). Dekomposasi atau pembusukan adalah
proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan mikro organism
mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang material-material serta
nutrisi-nutrisi yang berguna.( Dasar-dasar ilmu tanah,
1997)
Ekosistem pertaniian dicirikan dengan bahan organik yang
berasal dari budidaya tanaman yang terdapat diatas permukaan tanah, biasanya bahan
organik yang dikandungnya lebih tipis dan masih mentah atau setengah matang. Karakter tanah pertanian berbeda
dengan tanah untuk perumahan maupun bangunan. Tanah pertanian
pemanfaatannya untuk pertanian, perkebunan, perikanan, tempat penggembalaan ternak
(tanah angonan), tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat
pencaharian bagi yang berhak. Lebih lanjut tanah pertanian dibedakan menjadi
tanah sawah dan tanah kering/ darat.
Ekosistem tanah yang
terdegradasi telah rusak karena erosi tanah. Biasanya dicirikan oleh tanah
bawah permukaan yang berwarna merah, kuning, dan sangat tipis bahan organik
yang dikandungnya bahkan tidak mengandung bahan organik.(Sifat dan ciri tanah,
1997)
III.
METODELOGI
- Bahan dan Alat
-
Alat
Seperangkat alat survei tanah
: bor tanah, pisau, kompas, soil testkit (pH, salinitas, redoks potensial,
tekstur tanah, penetrometer, kerapatan jenis tanah, kadar air), buku warna
tanah, dan lembaran pengamatan (sheet).
-
Bahan yang digunakan
1.
Air
bebas ion
2. KCl 1 N, dan 0.01 N
3.
Hidroquinon
4.
Buffer pH 4 dan pH 7
5.
H2O2 30%
dan 10%
6.
Bahan kimia lain (soil testkit)
7.
pH stik 5
warna skala 0 sd 14
- Cara Kerja
1. Mahasiswa dibawa ke lapangan (lahan tanah
sawah, lahan tanah gundul, dan lahan tanah hutan).
2. Masing-masing mahasiswa mengamati jenis
tanah sawah, tanah gundul, dan tanah hutan dengan mencatat warna tanah, tekstur
tanah, kekerasan tanah, kerapatan tanah (BV), kemiringan lahan, dan kesuburan tanahnya di lembar pengamatan.
3. Masing-masing contoh tanah diambil
kira-kira 1 kg untuk diamati pH tanah, redoks potensial (Eh) tanah, dan kadar C-total, N-total,
Fosfor (P), Kalium (K) tanah, dan jumlah seresah tanaman per M2 di
permukaan tanah/lantai hutan.Semua hasil pengamatan dicatat di lembar
pengamatan.
4. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan
lapangan dimintakan pengesahan kepada dosen pengasuh atau Co Assisten yang
hadir.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Hasil Pengamatan
-
Tanah Terdegradasi
Lapisan tanah
|
PH
|
Warna
|
Top
Soil
|
5,5
|
2,5 Yr 5/8 Creab
|
Sub
Soil
|
4,5
|
10
r 8/2 Verry pall Brown
|
-
Tanah Hutan
Lapisan tanah
|
PH
|
Warna
|
Top
Soil
|
5,,5
|
7,5 Yr 2,5/3 Verry drack brown
|
Sub
Soil
|
5
|
7,5 Yr 7/6 Reddish Yellow
|
-
Tanah Sawah
Lapisan tanah
|
PH
|
Warna
|
Top
Soil
|
5,,5
|
7,5 Yr 2,5/3 5 Yr 4/4 Creddish browan
|
Sub
Soil
|
|
5 Yr 6/4 Light Reddish Brown
|
- Pembahasan
Pada pratikum pengenalan ekosistem tanah ini yaitu
mengenalkan sebuah pendekatan prakiraan kesuburan dan kesehatan tanah pada
beberapa jenis penggunaan lahan, seperti hutan, perkebunan, tanaman semusim,
dan tanah terdegradasi, sehingga mahasiswa dapat mempunyai apresiasi kesuburan
dan kesehatan tanah pada beberapa ekosistem tanah yang berbeda.
Pada pembahasan ini yang akan
dibahas yaitu:
- Tanah hutan
Tanah hutan ini mengandung
bahan organik yang berasal dari dedaunan, ranting, dan cabang pohon. Tanah hutan ini mempunyai lantai hutan
berkisar antara 2cm, lantai tanah ini sangat subur.
Kalau kita perhatikan
hutan-hutan yang masih asli yang belum terjamah oleh kegiatan manusia, biasanya
dipenuhi oleh berbagai pepohonan yang tumbuh dengan kokoh dan subur.
Padahal kita sepakat bahwa setiap mahluk hidup untuk dapat tumbuh dengan baik
memerlukan lingkungan yang cocok dan makanan yang cukup. Dari manakah pepohonan
tersebut mendapat makanan yang cukup? Apakah manusia melakukan pemupukan
terhadap peohonan yang tumbuh di hutan-hutan? Sudah Pasti hal itu tidak
pernah dilakukan.
Jauh
sebelum manusia dapat membuat pupuk buatan atau sering disebut dengan pupuk
anorganik atau pupuk kimia, pepohonan di hutan sudah dapat tumbuh dengan baik.
Dalam hutan asli seperti itu
telah terjadi siklus makanan secara tertutup dan selalu terjadi keseimbangan,
pertama unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan pepohonan di hutan
adalah sebagian disuplai dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil
pelapukan dari batuan induk menjadi bahan induk dan akhirnya menjadi bahan
mineral yang kaya akan unsur hara tergantung dari jenis batuan induk asalnya
Sebagian lagi disupplai dari udara dan air
hujan yang juga mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.
Setelah pepohonan itu tumbuh dewasa, dimana ada bagian-bagian pepohonan seperti
daun yang menjadi tua dan kering, batang dan ranting yang patah atau pun
buah-buah yang menjadi matang jatuh ke tanah atau pun dimakan oleh hewan-hewan
yang ada di hutan yang kemudian kotoran hewan tersebut akan jatuh ke tanah dan
semuanya akan mengalami pelapukan yang akhirnya akan menjadi bahan organik yang
dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
selanjutnya.
Daun, batang, ranting bahkan
buah atau pun bangkai-bangkai hewan yang ada di hutan kemudian melapuk
dalam tanah, sering kita sebut sebagai humus yang kaya akan unsur hara
alami.
- tanah pertanian
Lahan pertanian kita terus terancam oleh degradasi dari
segala arah, yang jauh dari kemampuan petani untuk menangkalnya. Dampak dari konversi
lahan sangat luar biasa, yaitu menyebabkan penurunan produksi pertanian
nasional, dan hilangnya potensi pertanian dari lahan yang terkonversi tersebut.
Karakter tanah pertanian
berbeda dengan tanah untuk perumahan maupun bangunan. Tanah
pertanian pemanfaatannya untuk pertanian, perkebunan, perikanan, tempat
penggembalaan ternak (tanah angonan), tanah belukar bekas ladang dan hutan yang
menjadi tempat pencaharian bagi yang berhak.
Kekhususan tanah subur pertanian ini
seharusnya membutuhkan peraturan khusus mengenai peralihannya yang mensyaratkan
secara khusus pula, baik subyek, obyek dan sistem pengusahaannya untuk dapat
menjamin keberlanjutannya. Perbuatan-perbuatan hukum peralihan tersebut dapat
berupa waris usaha tanah pertanian, jual-beli, sewa tanah pertanian,dll.
3.
Tanah terdegradasi
Tanah terdegradasi sering terjadi karena
beberapa faktor diantaranya:
•
Faktor alami
Areal
berlereng curam, tanah mudah rusak,erosi,kebakaran hutan,curah hujan intensif.
•
Faktor Manusia
Perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan
penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan
pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, deforetasi, dan pengembangan pertanian
yang tidak tepat.
•
Kebakaran hutan disebabkan oleh
:
- Kecerobohan manusia seperti
membuang rokok di hutan & lupa mematikan
api unggun
- Suhu yang naik terus menerus
- Lava gunung berapi
- Membuka lahan perumahan
dengan cara membakar area hutan
Kebakaran huatan
Sistem ini pada beberapa daerah marjinal dan tekanan
populasi terhadap lahan cukup tinggi, kebutuhan ekonomi makin meningkat
mengakibatkan masa bera makin singkat sangat merusak dan menyebabkan degradasi
tanah dan lingkungan menyatakan kondisi tanah menentukan lamanya masa bera.
V.
PENUTUP
-
pH tanah merupakan sifat tanah yang
sangat penting karena sampai batas tertentu pH tanah menjadi penentu/pengendali
sifat-sifat tanah dan berpengaruh terhadap prilaku komponen-komponen tanah yang
lain, termasuk ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman dan aktivitas jasad
renik di dalam tanah.
-
Faktor degradasi tanah dapat terjadi
secara alami dan dipercepat akibat aktivitas manusia seperti deforestasi,
perladangan berpindah, kebakaran hutan, tambang.
-
Hal yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki tanah terdegradasi adalah dengan penambahan bahan organik
DAFTAR PUSTAKA
Rosmarkam, A. Dan Nasih W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan
Tanah. Kanisus: Yogyakarta.
Seto Kusuma Ananto. 1987. Konservasi Sumber Daya
Tanah Dan Air. Jakarta : Kalam Mulia..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar