Senin, 23 Desember 2013

LAPORAN KULTUR JARINGAN MEMBUAT MEDIA KULTUR


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN
“MEMBUAT MEDIA KULTUR”

Unib-BW

OLEH :
NAMA       : PETRUS SIMATUPANG  
NPM           : E1J009094
CO.ASS     : RUTH SIREGAR



PRODI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012





BAB I
PENDAHULUAN

Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya.. Komposisis media dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur hara makro dan mikro, tetapi  sumber karbohidrat yang pada umumnya berupa gula menggantikan karbon yang biasanya dihasilkan dari atmosfer melalui melalui proses fotosintesis.
 Hasil yang lebih baik dapat dijangkau atau diperoleh, bila ke dalam media tersebut ditambahkan vitamin-vitamin, asam amino solid dan zat pengatur tubuh. Walaupun sudah diusahakan untuk menghindarkan penggunaan komponen-komponen yang tidak jelas (komponennya) seperti juice buah-buahan dan tauge, air kelapa, yeast exstracts dan casein hydrolysate, tetapi kadang-kadang kita bisa memperoleh hasil yang lebih tinggi dengan penambahan tersebut. Sebagai contoh, air kelapa masih sering digunakan di laboratorium-laboratorium penelitian, sedangkan pisang masih merupakan komponen tambahan yang sangat popular pada media anggrek.
Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat keberhasilan paebanyakan tanaman secara invitro, dalam hal ini adalah kultur jaringan. Berbagai formulasi atau komposisi media tanam telah banyak ditemukan untuk mmengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Peranan media kultur berhubungan dengan penyediaan unsure hara dan energi serta zat-zat lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bahan eksplan di dalam botol kultur sehingga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan Melihat peranan penting dari media kultur, maka melaui praktikum ini dilakukan pembuatan media kultur secar baik dan benar sesuai dengan prosedur yang ada.

1.2  Tujuan
R Agar mahasiswa mengetahui dan terampil dalam membuat media kultur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Media yang terlalu padat dapat mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar-akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam, terutama ekspaln yang berat seperti eksplan wartel, melinjo, eksplan bawang putih, eksplan kedelai, dan lain sebagainya. Pemakaian media cair lebih ditekankan pada suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (protocorm like bodies atau disebut juga protokormus). Dari protokarmus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan ke dala media padat yang sesuai (Hendaryono dan Wijayani, 2007).
Media invitro yang biasa digunakan biasa berupa media padat sebab memiliki beberapa keuntungan antara lain penggunaan eksplan terkecil akan lebih muda terlihat, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak perlu memerlukan alat Bantu untuk aerasi, tunas dan akar akn lebih muda tumbuh pada media yang diam. Namun pada media cair juga terdapat beberapa keuntungan yang tidak dimiliki pada media padat yaitu antara lain tidak memerlukan tambahan bahan pemadat, tepat untuk proses kultur protoplasma maupun kultur sel, eksudat yang dikeluarkan oleh eksplan tidak terakumulasi disekitar eksplan, kontak ekslan dengan media lebih besar (George and Sherington, 1984).
Dalam prosesnya, keberhasilan kultur jaringan selain dikarenakan oleh kondisi lingkungan  yang terkendali juga ditentikan oleh media kultur. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan komponen faktor lingkungan  yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat (George and Sherington, 1984).
Media kultur yang biasa digunakan adalah media dengan formulasi Murashige and Skoog (MS). Media MS merupakan media dasar yang mempunyai formulasi yang sangat lengkap. Komposisi media MS ini pada umumnya dapat digunakan pada hampir semua jenis tanaman (Wattimena,1992).
Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya. Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
1)      Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
2)      Media Knop dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel.
3)      Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
4)      Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.
5)      Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
6)      Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
7)      Media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
8)      Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
9)      Media N6 untuk serealia terutama padi.
Unsur hara di dalam media kultur tersusun atas beberapa komponen, sebagai berikut
1.      Hara makro yang digunakan pada semua formulasi media kultur.
2.      Hara mikro selalu digunakan. Ada beberapa komposisi media yang hanya menggunakan besi atau besi-kelat.
3.      Vitamin-vitamin dan asam-asam amino serta N organik, umumnya ditambahkan dalam jumlah yang bervariasi. Vitamin, asam amino dan bahan organic lain seperti myo inositol merupakan komponen media yang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan kultur. Kelompok vitamin yang sering digunakan dalah dari golongan vitamin B yaitu Thiamin-HCL (B1), Pyrodoxin-HCL (B6), ASAN Nikotinat dan Riboflavin (B2) (Nugroho, 1997).
4.      Sumber energi  dan karbon berupa gula, merupakan keharusan, kecuali untuk tujuan yang sangat khusus. Konsentrasi optimum sukrosa tergantung dari jenis jaringan yang dikultur. Pada  kultur kalus dan pucuk, konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah antara 2-4 %  yang merupakan konsentrasi optimum. Namun dalam kultur embrio, konsentrasi gula dapat mencapai 12 %. Menurut Szweykowske, 1974 yang dikutip oleh George & Sherrington (1984), pembelahan sel protonema Ceratodon purpureus dipengaruhi oleh interaksi antara glukosa dan 2iP. Gula berfungsi ganda di dalam media yaitu berfungsi sebagai sumber energi, dan sebagai penyeimbang tekanan osmotik media. Menurut George & Sherrington (1984), 4/5 bagian dari potensial osmotik dalam media White disebabkan oleh gula, sedangkan dalam media MS hanya setengah dari potensial osmotiknya disebabkan adanya gula.
5.      Persenwawaan-persenyawaan organic kompleks alamiah seperti: air kelapa, ekstrak ragi (yeast extract), juice pisang hijau, tauge, nanas, kentang dan sebagainya.
6.      Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): ada beberapa jenis, antara lain: auxin, sitokinin, geberelin, asam absisat, etilin dan sebagainya.  ZPT merupakan komponen penting dalam media kultur jaringan. Jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan sangat tergantung pada jenis taman dan tujuan dari kultur tersebut.
Salah satu komponen yang juga menentukan keberhasilan kultur jaringan dalah jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan Jenis dan konsenyrasi ZPT yang digunakan tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Pengakulturan untuk merangsang pembentukan akar biasanya menggunakan ZPT Auksin. Jenis auksi yang sering digunakan adalah IBA dan NAA. (Nugroho, 1997).
7.      Buffer (chelating agent). Penambahan asam amino seringkali juga bersifat sebagai buffer organik. Penambahan KH2PO4 sendiri tidak efektif sebagai buffer. Banyak peneliti terdahulu seperti Tausson dan Kordan (George & Sherringtone, 1984)  menyarankan  untuk menambahkan Fe SO4 dan Na-EDTA dalam media untuk bertindak sebagai buffer.
8.      Bahan Pemadat. Bahan ini digunakan untuk membuat media padat, yang biasa digunakan adalah agar. Keuntungan dari pemakain agar adalah :
R  Agar membeku pada temperatur ≤ 45o C dan mencair pada temperature 100o C, sehingga dalam kisaran temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
R  Tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan  tanaman.
R  Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
Dalam perbanyakan komersial dan percobaan-percobaan yang tidak dimaksudkan untuk mempelajari metabolisme sel, penggunaan agar murni bukan suatu keharusan mengingat harga agar murni sangat tinggi. Bahan-bahan yang tidak diinginkan dari agar, dapat dihilangkan dengan cara perendaman dalam aquadest selama 24 jam. Agar kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan dalam oven pada 60o C selama 24 jam. Konsentrasi agar yang diberikan berkisar antara 0.6-1.0 %. (Deberg, (1982 dalam Gunawan 1988).
9.      Faktor penting lain adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor :
1.          Kelarutan dari garam-garam penyusun media
2.          Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain
3.          Efisiensi pembekuan agar.
Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk, 1981). Tanaman Ericaceae seperti Rhododendron pengaturan pH, biasa dilakukan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCl pada waktu semua komponen sudah dicampur, beberapa saat sebelum disterilkan dengan autoklaf. Sekalipun media sudah ditetapkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah. Pada umumnya terdapat penurunan pH setelah distrerilkan dalam autoklaf. Untuk mencapai pH sekitar 5.7-5.9, Nann dkk. (dalam George dan Sherrington, 1984) membuat pH 7.0 dalam media yang belum disterilkan. Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar. Murashige dan Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan memanaskan media didalam autoklaf selama beberapa menit, baru diadakan penetapan media disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar, media disterlkan dan kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang diinginkan. Setelah itu media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam laminar air flow cabinet.
10.  Arang aktif, berfungsi untuk menyerap senyawa toxic yang dihasilkan oleh eksplan sebagai anti oxidan juga sering digunakan untuk memacu pertumbuhan akar.
Penambahan arang aktif. Arang aktif 0.8-1 g/l  menghambat pembekuan agar (Horner et al (1977 dalam George & Sherrington, 1984). Arang aktif atau charcoal adalah arang yang sudah dipanaskan selama beberapa jam dengan menggunakan uap atau udara panas (George & Sherrington, 1984). Bahan ini mempunyai sifat adsorpsi yang sangat kuat. Arang aktif dapat ditambahkan ke dalam media pada berbagai tahap perkembangan kultur. Bahan ini dapat ditambahkan pada media inisiasi, media regenerasi, atau media perakaran. Penambahan arang aktif dapat membantu pertumbuhan perkembangan kultur, tergantung dari jenis kulturnya. Secara umum, pengaruh arang aktif adalah sebagai berikut:
a)      Mengadsorpsi persenyawaan-persenyawaan toxic yang terdapat dalam media yang dapat menghambat pertumbuhan kultur, seperti persenyawaan-persenyawaan fenolik dari jaringan yang terluka waktu inisiasi, dan persenyawaan 5-hidroksimetil furfural yang diduga terbentuk dari gula yang berada dalam larutan asam lemah dan mengalami pemanasan dengan tekanan tinggi (Nitsch et al, 1968 dalam Gunawan 1988).
b)      Mengadsorpsi zat pengatur tumbuh sehingga mencegah pertumbuhan kalus yang tidak diinginkan, seperti dalam androgenesis dan pucuk yang ingin diakarkan, dan juga membantu embryogenesis kultur dalam media regenerasi tanpa auksin, mungkin dengan bertindak sebagai sink yang menarik auksin dari dalam sel sehingga embryogenesis dapat terjadi (Drew, 1979 dalam George & Sherringtone, 1984).
c)      Merangsang perakaran dengan mengurangi tingkat cahaya yang sampai ke bagian eksplan yang terdapat dalam media.

BAB III

METODOLOGI


3.1 Bahan dan Alat                          
1. Stok media MS untuk 1 liter                             8. Alumunium foil 1 gulung
2. Sukrosa 20 g                                                     9. Agar 8 g
3. Thyamin-HCL 0.5 g                                          10. Aquades 2L                                 
4. Piridoxin-HCL 0.5 g                                         11. Larutan HCL                   
5. Myo inositol 2 g                                                12. Larutan NAOH  
6. ZPT Auksin 0.5 g                                              13. Tissue gulung 1 gulung
7. Sitokinin 0.5 g

3.2 Cara Kerja
1)      Menyediakan Beacker glass volume 500 ml sebanyak 2 buah, volume 1500 ml sebanyak 1 buah dan labu ukur volume 1 liter 1 buah.
2)      Menyediakan aquades sebanyak 2 Liter.
3)      Menimbang sukrosa sebanyak 20 g
4)      Menimbang agar sebanyak 8 g
5)      Menyiapkan pipet hisap 0.5 ml sebanyak 1 buah
6)      Menyiapkan pipet hisap 5 ml sebanyak 1 buah
7)      Menyiapkan bola hisap 2 buah
8)      Menyiapkan kertas tissue gulung 2 buah
9)      Menyiapkan alumunium foi 1 gulung, lalu dilakukan pengguntingan berbentuk bujur sangkar sesuai dengan ukuran botol kultur
10)  Menderetkan stok media berdasarkan urutan (A, B, C, D, E, F, G), proses penambahan ZPT dibantu oleh co-asisten
11)  Memipet stok media dengan pipet hisap yang dmulai dari stok A, B, dst sesuai dengan kepekatan yang dibuat, memasukkan larutan stok tersebut ke dalam beacker glass yang telah disediakan (setiap kai memindahkan larutan stok, pipet dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan menggunakan tissue)
12)  Melakukan pekerjaan pada point 11, sehingga semua larutan stok terambil. Untuk penambahan ZPT dibantu oleh co-asisten
13)  Menambahkan aquades 600 ml setelah semua selesai pada beacker glass yang telah memuat semua bahan nutrisi, kemudian melakukan pengadukan dengan menggunakan magnetic stearer hingga larut. Menambahkan sukrosa sambil terus diaduk . Untuk mempercepat kelarutan sukrosa maka dilakukan penambahan aquades hingga volume larutan mencapai 800 ml. Jika larutan sudah benar-benar homogen maka dilakukan pemindahan larutab ke dalam labu ukur volume 1 liter., Selanjutnya tepatkan volumenya hingga tepat 1 liter dengan menambahkan aquades secara perlahan-lahan.
14)  Memindahkan larutan media dari labu ukur ke dalam beacker glass volume 1500 ml. kemudian menetapkan ph dengan kisara 5.8-6.0 dengan menambahkan HCL atau NAOH, selanjutnya memanaskan dengan menggunakan hot plate magnetic stearer sambil dilakukan penambhan agar
15)  Menjelang titik didih tercapai (Larutan berwarna bening dengan sedikit gelembung) pemanasan dihentikan.
16)  Memindahkan larutan media ke dalam botol kultur dengan menggunakan dispenser sesuai denhan volume yang dibutuhkan, selanjutnya menutup botol kultur dengan alumunium foil.
17)  Melakukan sterilisasi media di dalam botol kultur dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 derjat celcius selam 15 menit
18)  Memindahkan botol kultur ke dalam ruang transfer, setelah 1 minggu media kultur dapat digunakan untuk penanaman.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil Pegamatan
Larutan Stok
Kebutuhan untuk Media MS
A
20 ml
B
20 ml
C
10 ml
D
10 ml
E
5 ml
F
2 ml
G
10 ml
H
1 ml
Myo Inositol
10 ml
NAA
3 ppm
BAP
5 ppm
Agar
7 g

  1. Media kultur yang digunakan adalah MS
  2. Jumlah botol kultur 40 buah
  3. Waktu sterilisasi dengan meggunakan autoclave yaitu 20 menit pada suhu 1210C dan tekanan 15 psi.
4.2  Pembahasan
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan komponen faktor lingkungan  yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat. Pada parakikum ini media kultur yang dibuat yaitu dalam bentuk padat dengan formulsi Murashige dan Skoog.
Pembuatan media kultur dilakukan dengan cara memipet larutan stok yang sebelumnya sudah dibuat dan disimpan di lemari pendingin. Larutan stok tersebut dipipet sesuai dengan hasil pencarian (pada 4.2 Perhitungan) dengan menggunakan rumus pengenceran kemudian diencerkan (yang sebelumnya terlebih dahulu telah dideretkan di atas meja secara berurutan mulai dari larutan stok A-H) ke dalam gelas piala berukuran 1L. Pemipetan dilakukan secara berurutan untuk menghindari terjadi reaksi kimia antar larutan yang dapat menyebabkan penurunan atau degradasi maupun reaksi penggaraman yang akan berakibat pada ketidaktersediaa unsur tumbuh untuk petumbuhan eksplan. Konsentrasi larutan yang digunakan sesuai dengan konsentrasi pada formulasi media MS. Larutan yang telah berada didalam beacker gelas kemudian diencerkan dengan ditambah air sebanyak 800 ml dulu dan sukrosa sebanyak 20 g. Gula berfungsi ganda di dalam media yaitu berfungsi sebagai sumber energi, dan sebagai penyeimbang tekanan osmotik media. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan hot plate magnetic stearer. Hal tersebut dilakukan supaya sukrosa cepat larut. Setelah sukrosa larut kemudian larutan tersebut baru ditambahkan air sampai volumenya menjadi 1 L, pemanasan tetap terus dilakukan. Kemudian kita mengukur pH larutan menggunakan pH meter. pH larutan yang dianjurkan adalah berkisar anatara 5,8-6,0. Apabila pH larutan di bawah 5,8 maka dilakukan penambahan NaOH setetes demi setetes sampai pH naik sekitar 5.8. Apabila pH di atas 6.0 maka dilakukan penambahan KCl setetes demi setetes sampai pH turun pada kisaran tersebut. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8. Sekalipun media sudah ditetapkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah.
Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar Murashige dan Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan memanaskan media didalam autoklaf selama beberapa menit, baru diadakan penetapan media disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar, media disterlikan dan kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang diinginkan. Setelah itu media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam laminar air flow cabinet.
Pada praktikum yang kami lakukan penambahan NaOH pada larutan sebab pH larutan berda di bawah kisaran pH yang dianjurkan yaitu sebesar 5,6 karena bahan pembuat medianya kebanyakan golongan asam. Kemudian dilakukan pengukuran pH dan ditetapkan sampai 5.8. Pengaturan pH dilkukan untuk menjamin ketersediaan unsure hara bagi eksplan di dalam botol kultur. Setelah ditambahkan NaOH pH menjadi 5.8, maka setelah itu baru dimasukan agar. Karena pada praktikum ini, media yang digunakan adalah media padat maka diperlukan bahan pemadat berupa agar. Agar yang diberikan yaitu sebesar 7 gram dimasukkan kedalam larutan penyusun media dan dipanaskan. Pengukuran pH tidak lagi dilakukan karena apabila larutan media yang telah ditambahkan agar diukur pH-nya maka akan merusak pH-meter. Konsentrasi agar yang terlalu tinggi dapat mengurangi difusi persenyawaan dari dan ke arah eksplan sehingga pengambilan hara dan zat tumbuh berkurang, sedangkan zat penghambat dari eksplan tetap berkumpul di sekitar eksplan. Setelah mencapai titik didih yang ditandai dengan larutan berwarna bening dan terdapat gelembung maka larutan dituangkan ke dalam botol-botol kultur sebanyak 70 buah sesuai dengan jumlah dibutuhkan. Kemudian botol ditutup dengan alumunium foil dan dilakukan sterilisasi basah dengan menggunakan autoclave selam 20 menit pada suhu 1210C dan pada tekanan 15 psi. Setelah itu botol-botol kultur diletakan di dalam ruang kulur pada rak-rak yang telah tersedia.

BAB V

PENUTUP


6.1  KESIMPULAN
·         Dari hasil pengamatan pada praktikum dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan komponen faktor lingkungan  yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat.
·         Apabila larutan media pH-nya rendah kurang dari 5.8 maka ditambah NaOh, dan apabila pH nya lebih dari 6.0 maka ditambahkan KCl.
·         Pada parakikum ini, media kultur yang dibuat yaitu dalam bentuk padat dengan formulsi Murashige dan Skoog (MS)
·         Dalam proses pembuatan media kultur harus benar-benar diperhatikan tingkat sterilitas dan kebutuhan atau jumlah komponen penyusun media kultur.


DAFTAR PUSTAKA


Drew, R., M. Smith, J. Moisander & J. James, 1991. Plant tissue culture general principles and commercial applications. Queensland Department of Primary Industries. Brisbane. 31 p.

George, E.F. & P.D. Sherrington. 1984 Plant propagation by tissue culture. Handbook and directory of commercial laboratories. Exegetics Ltd., Basingstoke, England. 546 p.

Gunawan, L.W., 1988. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Bogor. 304 h.

Hendaryono dan Ir Ari Wijayani, 2007. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta.

Marlin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum Kultur Jaringan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Nugroho, A dan H. Sugianto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Tehnik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar